Pengelolahan Limbah Cair Secara Kimia
OLEH:
KELOMPOK
II
NAMA
|
NIM
|
Anggriani
|
201801002
|
Astuti
|
201801006
|
Bayu Setiawan
|
201801047
|
Egiyanto
|
201801
|
Jhon Bahar
|
201801
|
Nisra
|
201801031
|
Nur Indah
|
201801032
|
Ratu Angriani S.
|
201801036
|
AKADEMI
KESEHATAN LINGKUNGAN
MANDALA
WALUYA
SULTRA
2019
1. Pengertian Dan Pengolahannya
1.1.Limbah
Cair
Limbah
adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya dan beracun adalah
sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang
karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, atau membahayakan
lingkungan hidup manusia serta makhluk hidup (Suharto, 2010).
Limbah cair adalah bahan-bahan
pencemar berbentuk cair. Air limbah adalah air yang membawa sampah (limbah)
dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu
campuran
air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari
hasil proses yang dibuang ke dalam lingkungan. Berdasarkan sifat fisiknya
limbah dapat dikategorikan atas limbah padat, cair, dan gas. Teknologi
pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Berbagai teknik pengolahan air limbah untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang
telah dikembangkan tersebut secara umum dapat dibagi menjadi tiga metode
pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika, pengolahan secara kimia, dan
pengolahan secara biologi (Suharto, 2010).
1.2.
Karbon Aktif
Karbon aktif atau sering juga
disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas
permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan karbon
atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari karbon aktif, akan didapatkan
suatu material yang memiliki luas permukaan kirakira sebesar 500 m2 (didapat
dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen). Biasanya pengaktifan hanya bertujuan
untuk memperbesar luas permukaannya saja, namun beberapa usaha juga berkaitan
dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri (Idrus Rosita,
2013).
1.3.
Disinfeksi
Disinfeksi adalah istilah untuk
proses penghancuran organisme penyebab penyakit, sementara itu sterilisasi
adalah istilah untuk proses total penghancuran semua organisme. Dalam proses disinfeksi
pada pengolahan air limbah terjadi pemaparan antara bahan penghancur dengan
organisme. Pada umumnya terjadi penghancuran virus, bakteri dan protozoa yang
terdapat dalam air. Beberapa metode disinfeksi yaitu:
Ø
Penambahan zat
kimia;
Ø Penggunaan
materi fisik, seperti panas dan cahaya;
Ø Penggunaan
mekanik;
Ø Penggunaan
elektromagnetik, akustik, dan radiasi.
Metode yang paling
banyak digunakan adalah metode penambahan bahan kimia. Penggunaan zat khlor
(khlorinasi) merupakan cara yang paling banyak digunakan, namun kekurangan dari
sistem ini adalah dapat menghasilkan senyawa carcinogen seperti trihalomethane
dan chloroform. Sistem lain yang sering pula digunakan adalah penggunaan ozone,
namun kekurangan sistem ini ialah tidak meninggalkan sisa konsentrasi untuk
mencegah organisme tumbuh kembali. Kedua proses masing-masing mempunyai
kekurangan, sehingga dalam penerapannya
sangat tergantung pada kondisi.
1.4.Khlorinasi
Khlorinasi banyak digunakan pada
pengolahan dan penyediaan air domestik, disamping itu sering pula digunakan
pada air limbah yang telah diolah. Zat khlor merupakan zat pengoksidasi, oleh
karena itu jumlah khlor yang dibutuhkan
tergantung pada konsentrasi organik dan zat NH3-N dalam air
yang diolah. Kebutuhan zat khlor
untuk air limbah rata-rata 40 hingga 60 mgr/l.
Pada umumnya zat khlor dimasukkan ke dalam air dalam
bentuk gas Cl2, khlor dioksida
(ClO2), sodium hipokhlorit
(NaOCl) dan calsium hipokhlorit Ca(OCl)2. Khlor bentuk calcium hipokhlorit
lebih banyak digunakan dari pada bentuk gas,
karena penanganannya lebih mudah.
1.5.Ozonasi
Ozon (O3) adalah suatu bentuk
allotropik oksigen yang diproduksi dengan
cara melewatkan oksigen kering atau udara dalam suatu medan listrik
(5000 V; 50 – 500 Hz). Ozon bersifat tidak stabil, merupakan gas berwarna
biru yang sangat toksik dengan bau
seperti rumput kering. Ozon adalah oksidator kuat yang sangat efisien untuk disinfeksi.
Sebagaimana oksigen, kelarutan ozon dalam air cukup rendah dan karena sifatnya
yang tidak stabil maka disinfeksi dengan
ozon tidak memberikan residu (sisa).
Pengolahan disinfeksi dengan ozon
jauh lebih mahal dari pada disinfeksi dengan khlor, namun ozon memberi
keuntungan yaitu dapat menghilangkan warna. Dalam hal ini pengolahan air dengan
filtrasi dan ozonisasi dapat
menghasilkan kualitas air yang
setara dengan proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan khlorinasi. Oleh
karena ozon tidak memberikan sisa, maka dalam sistem distribusi tidak akan
terdapat ozon sehingga akan timbul masalah dengan adanya pertumbuhan kembali
mikroorganisme yang disertai masalah bau dan warna. Pertumbuhan mikro- organisme dalam sistem perpipaan dapat
diatasi dengan penambahan khlor dosis rendah setelah proses ozonisasi. Pada
pengolahan limbah industri ozon dapat digunakan untuk mengoksidasi zat-zat yang
non-biodegradable.
Terdapat dua macam ozonizer :
1.
Tipe
plate dengan elektroda datar dan isolator gelas (glass dielectrics);
2.
Tipe
tabung dengan elektroda silinder koaksial (cylindrical electrodes coaxial) dan
isolator gelas silinder.
Sisi
yang mempunyai tegangan tinggi didinginkan dengan konveksi (pemindahan panas
dengan sirkulasi), sedangkan sisi yang bertegangan rendah
didinginkan dengan air. Udara dilewatkan diantara elektroda-elektroda
dan terozonisasi oleh tegangan listrik yang ada diantara udara tersebut.
Produksi ozon biasanya sampai 4%
berat udara yang dilewatkan dengan
kebutuhan energi sekitar 25 kwh/kg ozon
yang dihasilkan.
1.6.Presipitasi/Pengendapan
Pemisahan
zat anorganik terlarut tertentu dapat dilakukan
dengan penambahan suatu reagen
yang sesuai untuk merubah anorganik terlarut menjadi presipitat/endapan,
sehingga dapat dipisahkan dengan cara pengendapan / sedimentasi. Tingkat
pemisahan yang dapat dicapai tergantung pada nilai kelarutan senyawa yang
dihasilkan dan hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pH dan temperatur.
1.7.Kesadahan
Kesadahan
adalah istilah yang digunakan pada air yang mengandung kation penyebab
kesadahan. Pada umumnya kesadahan disebabkan oleh adanya logam- logam atau
kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg, tetapi penyebab
utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).
1.8.Koagulasi
Koagulasi
adalah proses destabilisasi partikel koloid
dengan cara penambahan senyawa kimia yang disebut
koagulan. Koloid mempunyai ukuran
tertentu sehingga gaya tarik menarik antara partikel lebih kecil dari
pada gaya tolak menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini penggumpalan
partikel tidak terjadi dan gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada
sebagai suspensi. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga
partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian
partikel-partikel koloid yang pada awalnya sukar dipisahkan dari air, setelah
proses koagulasi akan menjadi kumpulan partikel yang lebih besar sehingga mudah
dipisahkan dengan cara
sedimentasi, filtrasi atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.
Koagulan
adalah zat yang dipakai dalam proses koagulasi dalam larutan. Pemilihan zat koagulan harus
berdasarkan pertimbangan, antara lain jumlah dan kualitas air yang akan diolah,
kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan.
Koagulan yang sering dipakai antara lain Aluminium Sulfat (alum), Ferry
Chloride dan Poly Aluminium Chloride (PAC). Di samping itu ada senyawa polimer
tertentu yang dapat dipakai bersama-sama dengan senyawa koagulan lainnya.
1.9. Penukaran Ion (Ion Exchange)
Proses ion exchange dilakukan untuk menghilangkan ion-ion
yang tidak diinginkan seperti Ca+2, Mg+2, Fe+2 dan NH4+ . Media penukar adalah
fasa padat terbuat dari bahan mineral
atau resin sintetik yang terdiri dari ion bergerak yang menempel pada grup
fungsional tetap, yang dapat bersifat asam atau basa. Pada proses penukaran,
ion bergerak ditukar dengan ion terlarut yang terdapat dalam air.
1.10.
Sinar
Ultra Violet (UV)
Berbagai
bentuk radiasi dapat dijadikan disinfeksi yang efektif. Radiasi ultra violet
(UV) telah bertahun-tahun digunakan untuk pengolahan air skala kecil. Reaksi
disinfeksi UV pada panjang gelombang sekitar 254 nm merupakan radiasi yang
sangat kuat apabila organisme benar-benar terpapar oleh radiasi. Oleh
karena itu penting sekali untuk mencapai kekeruhan serendah-rendahnya agar adsorpsi
UV oleh senyawa-senyawa organik
yang terdapat dalam aliran dapat
berlangsung merata. Air yang akan didisinfeksi dialirkan
diantara tabung sinar merkuri dan tabung
reflektor yang dilapisi metal dengan waktu pemaparan beberapa detik, namun
energi yang diperlukan cukup tinggi yaitu sekitar 10 – 20 watt/m3/jam.
Keuntungan disinfeksi dengan UV antara lain : pemeliharaan minimum, tidak
menimbulkan dampak bau dan rasa, tidak menimbulkan bahaya
apabila terjadi overdosis. Sedangkan kelemahannya antara lain: tidak memiliki
residu disinfeksi, biaya mahal dan memerlukan klarifikasi air lebih sempurna
2.
Klasifikasi
Ø BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen
dalam ppm atau mg/l yang dipergunakan untuk menguraikan bahan organik oleh
mikroorganisme. (secara biokimiawi). Pada pengujian sampel BOD perlu dilakukan
inkubasi minimal 5 hari.
Ø
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya
oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik
secara kimiawi. Metode analisa ini lebih singkat waktunya dibandingkan dengan
analisa BOD. Pengukuran COD dilakukan dengan cara memanaskan sampel di
dalam reaktor khusus COD selama 2 jam.
Ø
Dissolved Oxygen (DO) adalah kadar oksigen
terlarut. Oksigen terlarut digunakan sebagai derajat pengotoran limbah yang
ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka derajat pengotoran semakin kecil
Ø
Ammonia (NH3) adalah penyebab iritasi dan
korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses
desinfeksi dengan chlor (Soemirat, 1994). Ammonia terdapat dalam larutan berupa
senyawa ion ammonium atau ammonia. tergantung pada pH larutan
Ø
Derajat keasaman (pH) dapat mempengaruhi
kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
mematikan kehidupan mikroorganisme. Ph normal untuk kehidupan air adalah 6– 8.
Ø
Logam Berat,
bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga diperlukan
pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.
Ø
Gas Methan,
terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada
air limbah. Gas ini dihasilkan lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak
berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar
Ø
Lemak dan minyak , yang terdapat dalam limbah
bersumber dari industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak bersumber
dari proses klasifikasi dan proses perebusan. Limbah ini membuat lapisan pada
permukaan air sehingga membentuk selaput
0 Response to "Pengelolahan Limbah Cair Secara Kimia"
Post a Comment